Suatu hari suamiku memutuskan untuk mengikuti aliran tertentu. Aku setuju dengan aliran tersebut, akan tetapi ada beberapa hal dalam penafsirannya yang aku kurang setuju. Aku sendiri belum memutuskan untuk masuk pada aliran tertentu . Aku beranggapan, setiap aliran, selalu saja kemasukan oknum yang akan menyelewengkan aliran tersebut. Semakin berkembang besar aliran tersebut, biasanya akan semakin memudahkan masuknya orang-orang yang kurang dapat menafsirkan dengan baik, sehingga malah melenceng dari tujuan yang sebenarnya. Itulah mungkin yang akhirnya menyebabkan tiap-tiap aliran memandang aliran yang lain kurang baik. Aku sendiri sebenarnya memiliki kecenderungan pandangan yang sama pada salah satu aliran. Tapi gara-gara ada seorang yang mengaku dari aliran tersebut memberikan dakwah yang tidak seide dalam penfsirannya denganku, aku belum bisa memasukinya secara penuh.
Dengan masuknya suamiku pada aliran tersebut, dia seringkali berdakwah padaku, sedangkan aku yang memiliki pandangan sendiri, tentu saja mendebat pandangan yang memiliki perbedaan-perbedaan cukup besar. Masya Allah… menikah satu agama hanya berbeda pandangan saja bisa menimbulkan perdebatan. Apalagi kalau lain agama ? tentu amat sulit. Hal yang paling membuatku risau adalah sikapnya yang selalu mengulang-ngulang sabda Rasulullah bahwa dari semua aliran yang ada hanya satu yang akan diterima oleh Allah.Hal itu tentu saja terasa seakan menyindirku atau aliran lain termasuk aliran yang tidak akan di terima Allah SWT.
“lalu menurutmu, aliran mana yang akan diterima ?” tanyaku memancingnya
“Ya tentu aliran yang sesuai Al Qur’an dan Hadist!”
“Semua aliran pasti mengklaim mereka sudah berdasar Al Qur’an dan Hadist. !”
“Ya tidak… ada aliran yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Hadist!”
“Itukan menurut aliranmu, kalau aliran yang lain juga merasa merekalah yang benar…”
“Ya… tidak…mereka.. ini… itu…”
“Nah…benar.. jadi intinya kamu ingin mengatakan bahwa aliranmulah yang paling benar…”
Kami masih berbantahan karena perbedaan pendapat. Aku sangat tidak setuju dengan pandangan tersebut. Kalau masuk surga hanya dilihat dari aliran apa dan mana dia ? Repot, yang penting mengikuti aliran tersebut, jaminan masuk surga , karena sudah masuk aliran yang paling benar…
Perdebatan itu terjadi beberapa kali, karena aku sering risih mendengar ia mengucapkan pandangan yang tidak seide dengan penafsiranku…
Karena sering berdebat, aku jadi takut juga. Jangan-jangan terlanjur mendebat, malah aku yang salah. Akhirnya aku bersimpuh padaNya dan menyatakan kegundahanku padaNya. “Ya Allah… ampunilah hamba jika Engkau anggap hamba bersalah. Karena hamba tidak mengetahui kebenarannya. Maka tunjukkanlah hamba yang sebenarnya, aliran manakah yang paling benar diantara aliran yang ada. Agar hamba tidak termasuk orang-orang yang merugi…”
“Umat Islam akan terpecah menjadi banyak aliran, akan tetapi yang diterima Allah hanya satu, yaitu orang-orang yang dalam hatinya melakukan ibadah benar-benar karena Allah, dari aliran manapun dia.”
Jawaban seperti itu amat jelas dalam batinku. Suatu jawaban yang tak kuduga sebelumnya. Aku mengira jawabannya adalah menunjuk pada aliran tertentu. Kalau begitu, benar tidak ada gunanya antar orang Islam berdebat, yang penting selalu mohon petunjuk dan meyakini kebenaran ibadahnya karena Allah. Tidak perlu lagi memandang salah aliran yang lain, karena hak veto yang menentukan ibadah mereka diterima atau tidak adalah Allah SWT.
Ketika suamiku kembali mengungkit soal rasa keprihatinannya pada aliran yang lain, aku menyampaikan petunjuk yang aku dapatkan, setelah aku mohon petunjuk padaNya. Tapi dia masih belum dapat menerima sepenuhnya , kemudian….
“Baiklah…. Jangan merasa pasti masuk surga karena tergolong aliran yang kamu ikuti, jangan pula menafikkan orang yang berada pada aliran lain yang mungkin mendapat derajad lebih tinggi dihadapan Allah. Kita sama-sama tidak tahu kebenarannya. Lebih baik kita beribadah sesuai keyakinan kita dengan tenang, tanpa mempermasalahkan diterima atau tidak… yang penting berusaha … aliranmu.. aliranmu… dan penafsiranku tentang Islam.. adalah penafsiranku… tidak perlu kamu ungkit-ungkit lagi tentang siapa yang benar dan yang salah, hanya mengganggu ibadah kita masing-masing…”
Sekarang aku lebih tenang, dia sedikitpun sudah tidak lagi mengungkit perbedaan pandangan yang hanya menimbulkan perselisihan….
***
Yang dimaksud hanya satu yang sesuai dengan alquran dan hadits adalah
BalasHapusAhlus Sunnah Waljamaah.
Agama Tanpa Mazhab
BalasHapus“… dan janganlah kalian tergolong orang-orang yang menyekutukan, (yaitu) dari orang-orang yang telah memecah-belah agama mereka, dan mereka telah menjadi golongan-golongan, tiap golongan/mazhab gembira dengan apa yang di sisi mereka.” (Quran 30:31-32)
Sejak lama umat Islam didapati terpecah ke dalam banyak golongan/mazhab. Penggolongan yang paling besar adalah antara sunni di satu pihak dan syiah di lain pihak. Sunni memegang sebuah hadis yang mengatakan bahwa hanya golongannya yang akan selamat di Akhirat kelak. Syiah pun memiliki doktrin yang memaparkan keutamaan imam mereka dan para pengikutnya.
Sunni yang merupakan golongan terbesar dari umat Islam dunia terpisah-pisah ke dalam empat mazhab utama, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Empat mazhab tersebut masing-masing menelorkan lagi berbagai cabang dan ranting golongan yang tidak terkira jumlahnya. Syiah pun terpisah-pisah ke dalam beberapa golongan. Terdapat tiga mazhab di dalam syiah, yaitu: Ja’fariyah, Ismailiyah, dan Zaidiyah. Tidak berbeda dengan induknya, berbagai cabang dan ranting yang lahir dari sunni dan syiah pun masing-masing mengklaim keunggulannya atas golongan lain.
Berbagai mazhab dan golongan dalam Islam muncul karena umat telah meninggalkan ajaran Tuhan dan berpaling kepada ajaran-ajaran yang bersumber dari selain Quran. Banyak dan beragamnya orang maupun kepentingan yang terlibat dalam “proses produksi” ajaran non-kitabullah itu pada gilirannya memunculkan berbagai golongan/mazhab dalam Islam.
Meski masing-masing golongan/mazhab mengklaim bahwa Nabi Muhammad (damai atasnya) ada di pihak mereka, Tuhan telah mementahkan klaim-klaim tersebut dengan menegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak ada sangkut pautnya dengan berbagai golongan/mazhab yang ada.
“Sesungguhnya orang-orang yang telah memecah-belah agama mereka, dan menjadi golongan-golongan, bukanlah engkau dari mereka dalam suatu apapun. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah kepada Tuhan, kemudian Dia akan mengabarkan mereka apa-apa yang telah mereka perbuat.” (Quran 6:159)
Sebagaimana disinggung pada ayat di awal tulisan, bergolong-golongan/bermazhab dalam agama adalah wujud kemusyrikan. Mereka yang hendak menapaki jalan yang benar mesti membersihkan diri dari pengaruh golongan/mazhab. Langkahnya adalah dengan meninggalkan segala ajaran non-Quran (hadis, fatwa imam, ijma ulama, dsb) yang merupakan produk dari mazhab-mazhab, dan selanjutnya menyediakan diri untuk menerima tuntunan Tuhan melalui ayat-ayat yang disampaikan oleh utusan-Nya. Sikap inilah wujud dasar dari “berserah diri” atau yang dalam bahasa Arabnya disebut “islam”.
Agama Tanpa Mazhab
BalasHapus“… dan janganlah kalian tergolong orang-orang yang menyekutukan, (yaitu) dari orang-orang yang telah memecah-belah agama mereka, dan mereka telah menjadi golongan-golongan, tiap golongan/mazhab gembira dengan apa yang di sisi mereka.” (Quran 30:31-32)
Sejak lama umat Islam didapati terpecah ke dalam banyak golongan/mazhab. Penggolongan yang paling besar adalah antara sunni di satu pihak dan syiah di lain pihak. Sunni memegang sebuah hadis yang mengatakan bahwa hanya golongannya yang akan selamat di Akhirat kelak. Syiah pun memiliki doktrin yang memaparkan keutamaan imam mereka dan para pengikutnya.
Sunni yang merupakan golongan terbesar dari umat Islam dunia terpisah-pisah ke dalam empat mazhab utama, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Empat mazhab tersebut masing-masing menelorkan lagi berbagai cabang dan ranting golongan yang tidak terkira jumlahnya. Syiah pun terpisah-pisah ke dalam beberapa golongan. Terdapat tiga mazhab di dalam syiah, yaitu: Ja’fariyah, Ismailiyah, dan Zaidiyah. Tidak berbeda dengan induknya, berbagai cabang dan ranting yang lahir dari sunni dan syiah pun masing-masing mengklaim keunggulannya atas golongan lain.
Berbagai mazhab dan golongan dalam Islam muncul karena umat telah meninggalkan ajaran Tuhan dan berpaling kepada ajaran-ajaran yang bersumber dari selain Quran. Banyak dan beragamnya orang maupun kepentingan yang terlibat dalam “proses produksi” ajaran non-kitabullah itu pada gilirannya memunculkan berbagai golongan/mazhab dalam Islam.
Meski masing-masing golongan/mazhab mengklaim bahwa Nabi Muhammad (damai atasnya) ada di pihak mereka, Tuhan telah mementahkan klaim-klaim tersebut dengan menegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak ada sangkut pautnya dengan berbagai golongan/mazhab yang ada.
“Sesungguhnya orang-orang yang telah memecah-belah agama mereka, dan menjadi golongan-golongan, bukanlah engkau dari mereka dalam suatu apapun. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah kepada Tuhan, kemudian Dia akan mengabarkan mereka apa-apa yang telah mereka perbuat.” (Quran 6:159)
Sebagaimana disinggung pada ayat di awal tulisan, bergolong-golongan/bermazhab dalam agama adalah wujud kemusyrikan. Mereka yang hendak menapaki jalan yang benar mesti membersihkan diri dari pengaruh golongan/mazhab. Langkahnya adalah dengan meninggalkan segala ajaran non-Quran (hadis, fatwa imam, ijma ulama, dsb) yang merupakan produk dari mazhab-mazhab, dan selanjutnya menyediakan diri untuk menerima tuntunan Tuhan melalui ayat-ayat yang disampaikan oleh utusan-Nya. Sikap inilah wujud dasar dari “berserah diri” atau yang dalam bahasa Arabnya disebut “islam”.
tentang..arti hidup...
BalasHapusSing slamet ki sing due ilmu qolbun salim...ora due roso "paling"...ora hasut lan dengki marang lian...suk..bakale slamet neng padang mahsyar...
BalasHapusSebab..roso "paling,"...kui sifate setan...wkwkkw