Sabtu, 27 November 2010

KADANG ALLAH MENJAWAB DO'A KITA DENGAN CARA LAIN




Karena memiliki anak-anak yang masih kecil-kecil waktu itu, aku sering kewalahan, apalagi kalau pas sakit, biasanya sakitnya bersama-sama atau kalau satu kena, yang lainnya biasanya akan menyusul pula. Karena aku bekerja, otomatis aku sangat menggantungkan jasa pembantu. Karena tidak mampu membayar dua orang tenaga pembantu, aku pernah mengajak anak pertamaku ikut mengajar di kelas sekitar satu tahun lamanya. Aku salut dengan kepala sekolahku yang mengijinkan aku bekerja sambil membawa anak.
Permasalahan lain adalah, mencari pembantu yang sungguh-sungguh ikhlas bekerja sangat sulit. Akibatnya aku sering bergonta-ganti pembantu. Disaat pembantu pamit pulang itulah permasalahannya. Aku sering kali harus ijin tidak masuk kerja. Rupanya hal tersebut menimbulkan masalah bagiku. Aku seringkali terkena teguran kepala sekolah. Padahal alasanku sudah amat jelas. Aku tahu, kepala sekolah sendiri sebenarnya sudah sangat memaklumi, namun ada beberapa pihak yang mendorongnya untuk mempermasalahkan hal tersebut. Aneh… padahal yang tidak masuk dan jarang mengisi jam pelajarannya di kelas, tanpa alasan yang jelas, malah aman-aman saja…
Aku menyesalkan tidak adanya kebijakan khusus bagi wanita karier yang memiliki anak-anak balita. Orang hanya memandang kepentingan mengutamakan anak adalah kepentingan keluarga atau pribadi belaka. Hal tersebut salah besar. Seorang ibu yang mampu mendidik anaknya, memiliki andil yang sangat besar dalam menciptakan kemajuan dan keadilan di negaranya. Coba bayangkan, berkat jasa seorang ibu yang dapat mendidik anak-anaknya dengan baik, maka kita yang tidak memiliki anakpun juga merasakan imbasnya, karena dia tidak akan bertindak dzalim pada kita, apalagi kalau malah mampu menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan orang banyak, sebaliknya anak yang tidak terpenuhi kebutuhan psikologisnya serta didikan yang baik dari orang tuanya, kalau dia sampai berbuat kedzaliman yang merugikan banyak orang, toh orang lain juga yang merasakan dampaknya.
Oleh karena itu, seharusnya ada peraturan khusus untuk wanita-wanita karier yang memiliki balita, mengutamakan karier dengan mengabaikan anak-anaknya, sama dengan mencelakakan generasi bangsa…
Aku mendengar banyak hujatan tentang aku, karena kalau ada acara di luar sekolah, seperti bezuk atau undangan –undangan tertentu aku hanya menitipkannya saja, pikiranku ingin segera bertemu anak-anakku dan mendampingi mereka. Apalagi yang nomer 3 ketika bayi dia hanya mau menyusu aku, akhirnya aku sering terburu-buru pulang begitu jam mengajar selesai…
Setiap kali aku harus ijin tidak dapat masuk, atau terlambat, karena pembantu datangnya siang, atau sebab lain, aku menangis kepada Tuhan, “Ya Allah… tolonglah hamba.. berikan hamba jalan keluar… hamba tidak pernah bermaksud menjadi pekerja yang tidak bertanggung jawab seperti ini. Tolonglah hamba agar dapat pindah bekerja di sekolah yang dekat, sehingga sesekali bisa menjenguk anak hamba… atau jika terpaksa, hamba bisa mengajak anak hamba bekerja…”. Dari rumah yang kami bangun, sekolahku berjarak sekitar 11 kilometer. Aku sudah mencoba mengurus mutasi. Tapi sungguh sangat mengecewakan, gara-gara otoda, aku tidak bisa pindah. Kata teman-teman, kalau dulu masih sistemnya dari pusat, jangankan hanya pindah antar kabupaten, antar pulaupun amat mudah dan cepat prosesnya..
Aku kadang juga mengeluh pada Allah tentang ketidak mampuanku untuk naik sepeda motor. Karena sepenuhnya menggantungkan pada suami, maka aku tidak bisa efektif datang tepat waktu. Kalau harus naik kendaraan umum, malah parah, pasti akan terlambat, karena waktuku pendek, sedang angkutan umum, harus mencari banyak penumpang, sehingga cukup lamban.
Karena bingung… kerja tidak efektif…. otakku terus berputar mencari ide. Apakah aku harus  mengundurkan diri saja dari PNS ?. Tapi aku ingat pesan ibuk, bahwa sesibuk apapun nanti kami dengan anak-anak kami, jangan sampai keluar kerja. Ibuk berpesan begitu gara-gara pernah bekerja menjadi guru honorer, tapi keluar saat harus mengurus anak-anak. Rupanya ibuk tidak ingin anak-anaknya mengalami penyesalan seperti beliau. Ataukah aku harus menyewa jasa seseorang lulusan perguruan tinggi jurusan Bahasa Inggris, dengan konsekuensi gajiku sementara harus kubayarkan padanya ? Eh… tapi bukankah gajiku hanya tinggal beberapa ratus ribu rupiah ? sebagian besar sudah menjadi hak bank-bank, karena kredit-kredit yang kuambil untuk membangun rumah belum ada yang lunas, lalu aku harus cari tambahan uang dari mana ? sedangkan gaji suamiku juga banyak potongan untuk membangun rumah dan membeli tanah…lalu apa yang harus kulakukan ?
Akhirnya semuanya kujalankan dengan sabar, dengan terus memohon pertolongan pada Allah SWT. Aku membiarkan kenaikan pangkatku tertunda, karena aku hanya meminta di beri sedikit jam mengajar. Aku hanya pasrah pada Allah, aku tidak pernah bermaksud sengaja tidak maksimal dalam bekerja. Aku berjuang dijalan Allah untuk membesarkan dan mendampingi anak-anakku. Allah yang mengetahui kebenarannya. Aku bahkan tidak pernah ikut acara-acara yang diadakan sekolah, seperti rekreasi…. Karena kalau aku keluar atau bepergian, anak-anakku harus kuajak, sedangkan membawa anak-anak yang masih pada balita ke tempat yang jauh malah membuat capek dan repot. Hal yang membuat seorang ibu bahagia adalah ketika melihat anak-anaknya bahagia.
Aku tidak pernah berputus asa memohon Tuhan mencarikan aku tempat bekerja di daerah yang dekat dengan tempat tinggalku, sambil aku mencari-cari cara bagaimana bisa berangkat sendiri tidak menggantungkan antar jemput suami.
Ternyata. Allah kemudian mengabulkan do’aku dengan cara lain. Pada tahun 2006, muncul sepeda listrik di kotaku Bojonegoro. Karena sepeda tersebut mempunyai kecepatan rendah, maka aku berani mengendarainya. Hatiku amat sangat bahagia, aku bisa pergi kemana-mana tanpa menggantungkan suami lagi. Walau hanya berkecepatan maksimal 32 km perjam, tapi aku sudah bisa mandiri berangkat dan pergi kerja sendiri.
Akan tetapi pada suatu hari, aku bermimpi melihat sepedaku meluncur dan tenggelam ke bengawan solo. Agak sedih aku dengan mimpi itu. Tapi aku percaya Allah akan menolong kita , kalau kita memohon pertolongan padaNya .
Pada akhir tahun 2007, ada banjir bandang yang melanda kotaku. Waktu itu sebelum aku meninggalkan rumah, sepeda listrikku ku angkat keatas dipan. Aku sempat sedih ketika mengetahui banjir tersebut ternyata cukup dalam. Aku di tempat pengungsian, di rumahku waktu kecil, merasa ‘sumpek’, sedih karena sepeda tersebut telah cukup membantu aku. Sedangkan barang elektronik kalau terendam air, biasanya akan rusak.  “ya Allah… ampunilah hamba… baru Kau uji sekecil ini hamba sudah merasa sangat sedih… ampunilah hamba… bukankah sepeda listrik itu pinjaman dariMu… tidak pantas hamba bersedih seperti ini..” aku mencoba menenangkan diri untuk mengikhlaskannya. Apalagi selama ini aku percaya, dibalik ujian Tuhan, selalu ada hikmah yang tersembunyi…
Benar, ketika banjir telah surut, aku dapati sepedaku rusak berat. Aku kembali harus menggantungkan suami selama sepeda itu di perbaiki. Dan ketika jadi… ternyata sepeda tersebut, sebentar-sebentar rusak… sehingga bekerjaku kembali terganggu, karena seringkali tiba-tiba rusak di tengah jalan, sedang tempat servis sepeda listrik baru ada satu, sehingga sulit juga menjangkaunya kalau pas di tempat yang jaraknya jauh dari tempat servis.
Aku sebenarnya berencana untuk tidak ambil kredit di bank lagi . Tapi karena sepeda listrikku menyiksaku, akhirnya aku memberanikan diri membeli sepeda motor. Kata orang sepeda motor matik mudah dikendarai. Aku telah belajar dari sepeda listrik, dengan menambah sedikit keberanian, insyaAllah aku bisa. Aku mengunjungi toko sepeda motor bekas untuk mencari matik bekas yang akan dijual. Ternyata tidak ada. Mereka menyarankanku membeli yang baru saja. Saat aku berencana membeli, adik perempuanku membawa brosur iklan akan keluar sepeda matik terbaru. Yah… sebaiknya aku membeli matik tersebut. Aku segera mengurus pengajuan kredit di bank. Aku pikir. Aku melakukan ini demi lancarnya bekerja, ini uang Allah… maka kalau kugunakan untuk tujuan yang benar, isyaAllah, Allah akan membantuku.
Sebelum memakai sepeda tersebut, aku memohon kepada Allah…”Ya Allah…. Berikan hamba ilmu Engkau… ilmu naik sepeda motor..” karena semua ilmu adalah ilmu Allah… maka apalah susahnya kalau Allah mengabulkan kita memiliki ilmu tertentu yang tidak kita kuasai.
Alhamdulilah… aku yang mulai kecil tidak berani naik sepeda motor, ternyata di usiaku yang ke 38, Tuhan baru mengabulkan do’aku, karena aku  kebingungan dengan transport mengajar di tempat kerja jauh. Do’aku yang utama sebenarnya ingin pindah bekerja lebih dekat. Akan tetapi kalau dikabulkan dengan cara menganugerahi aku ilmu naik sepeda motor, aku rasa lebih baik, karena aku bisa pergi kemana-mana tanpa menggantungkan orang lain. Aku selama ini tidak pernah membayangkan kalau akhirnya aku dapat naik sepeda motor, setelah sekian lama aku hanya menggantungkan pada kendaraan umum atau jasa orang lain. Setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Aku bersyukur pada Tuhan, karena Tuhan selalu tahu yang terbaik untuk kita hambanya yang mau berdo’ dan memohon padaNya… 

1 komentar:

  1. Ass.Ceritranya sangat bagus, menginspirasiku akupun sama halnya aku berumah tangga sudah 23 tahun bahkan anak sudah pada dewasa ( 3 anak ) cita2ku ingin membahagiakan anak istri ( kaya orang2) tp akhirnya aku cerai gara2 gajiku yg ga cukup/minim,tp aku sadar ini terbaik dari Allah SWT. sampai sekarang pun aku terus minta pada yg Kuasa ( melalui Qiyamulail )tp kejadiannya begini entahlah kalau permintaanku pada yg Kuasa terkabul aku harus berbahagia sama siapa? paling sama anak2,mudah2an Allah mengabulkan doaku. kalau ceritra mbak bagus tuh sudah terjawab tinggal kita mensyukurinya saja, mudah2an mbak beserta keluarga juga selalu diberi kebahagiaan dan kesehatan amin.

    BalasHapus