Pak Joni dan istrinya adalah pasangan yang klop. Mereka memiliki hobi yang identik sama. Dengan kekayaan yang melimpah dari Allah, mereka seperti menjadi orang-orang yang tak tahu arah . pak Joni punya hobi koleksi mobil mewah… sedangkan bu Joni punya hobi koleksi barang-barang serta perhiasan mewah. Hobi mereka yang klop ini telah membuahkan ide bagi mereka berdua untuk membangun sebuah rumah khusus untuk showroom barang-barang mewah yang mereka koleksi, karena untuk di tempatkan dalam rumah mereka… tentu tidak lagi cukup. Lha wong rumah mereka sendiri sudah seperti gudang mewah penyimpan barang. Jadi… rumah khusus untuk showroom itu… sudah otomatis dan harga mati harus dibangun. Lalu apa sebenarnya tujuan showroom itu ? eh… ternyata hanya untuk memuaskan nafsu serakah mereka… sekaligus ajang memupuk sifat riya’ dengan berbangga-bangga diri memamerkan kekayaan mereka pada orang lain. Astagfirullah… pak Joni dan istri sedang mendapat ujian besar dari Allah… tapi mereka sama sekali tidak menyadarinya… mereka bahkan mengira Allah sedang memanjakan mereka dengan guyuran-guyuran harta yang melimpah yang tentunya kalau bukan karena sayang Allah yang besar pada mereka… lalu apalagi ?
‘Boros adalah teman setan’, ‘Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas’, ‘ makan minumlah kamu, tapi jangan berlebih-lebihan’. Nah… kalau makan dan minum saja tidak boleh berlebih-lebihan, apalagi dalam hal-hal yang lain ? pak Joni dan istrinya tidak mau tahu, atau memang tidak tahu tentang aturan Tuhan itu. Padahal… pak Joni juga bukan orang yang jauh dari agama. Pak Joni sangat aktif ikut pengajian. Pak Joni bahkan punya guru ngaji yang khusus datang ke rumahnya untuk ngajari dia ,istri-istrinya dan anak-anaknya ngaji, walau sayangnya hanya pelajaran membaca huruf-huruf Al Qur’an. Pak Joni dan keluarganya tidak pernah meminta si guru ngaji untuk mengajari dan menjelaskan isi ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Mungkin pak Joni juga tidak pernah menanyakan perihal… kemana sebaiknya hartanya yang berlimpahan itu harus di belanjakan.. dan sang ustad.. entah karena segan atau takut di pecat kalau harus mengeluarkan kata-kata mengingatkan pak Joni atas hobinya yang tidak islami itu, terpaksa harus berdiam diri melihat hobi pak Joni yang melampaui batas itu. Padahal Allah berfirman ‘ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Begitulah… pak Joni dan istrinya merasa uang yang mereka peroleh adalah uang halal, sehingga mereka merasa tidak bersalah sama sekali dengan menghambur-hamburkan uang yang berkelebihan yang mereka miliki. Dalam benak mereka tak pernah sedikitpun terlintas pemikiran, bahwa nun jaun di sana, atau mungkin di sekitar mereka yang tak mereka pernah toleh, ada banyak nyawa yang tengah merintih pada Tuhan karena tidak mampu membuat anak-anak mereka kenyang tiap hari, tak mampu mendapat pendidikan yang layak, bahkan banyak anak tak berdosa telah kehilangan masa ceria mereka, karena harus ikut menanggung beban berat ekonomi keluarga. Pak Joni dan istri tidak pernah merasa bahwa banyak jiwa tengah menangis sedih, karena harus sakit, atau tua renta , terpaksa harus tetap bekerja berat, atau tidak mampu lagi bekerja, menempati rumah-rumah yang tidak layak di huni, serta masih banyak lagi mereka-mereka yang jauh dari keberuntungan pak Joni dan keluarga, mengharap sekedar rejeki hanya untuk sesuap dua suap nasi… apakah Pak Joni dan istri tidak mengetahui hal ini , atau tahu tapi tak tersentuh hati dan perasaannya untuk sedikit memiliki kepedulian pada mereka ? Adalah benar, kalau uang yang mereka gunakan adalah uang halal, namun apabila mereka mengaku sebagai bagian dari orang-orang yang beriman… maka tidak ada alasan untuk membuat susah hati Tuhan, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas….
Namun pada suatu hari… entah ada angin atau hujan dari mana, sepertinya ada sesuatu yang sedang terjadi pada pak Joni, hingga dia pulang dalam keadaan tergesa-gesa dan dengan wajah penuh semangat menemui istrinya.
“Ada apa, Pak ? Kok kelihatannya ada yang sangat penting ? “ Tanya istri pak Joni dengan sangat penasaran.
“Bu , aku baru dari pengajian… dan aku merasa telah mendapat hidayah dari Allah !” pak Joni menerangkan dengan wajah berbinar penuh suka cita…
“Hidayah dari Allah ? Apa itu Pak? “ Sambut istri pak Joni dengan wajah ikut penuh suka cita… membayangkan hidayah itu tentu ada hubungannya dengan tambahan kekayaan mereka yang tentunya akan semakin melimpah….
“Ya…ya.. aku tadi baru dari pengajian… dan aku mendengar cerita dari pak ustad bahwa suatu saat nanti di akherat alkisah seseorang sedang menggelandang . Sang malaikat sangat marah pada laki-laki tersebut dan melemparnya ke neraka seraya mengucap, “mengapa di dunia kau berlimpahan harta.. dan sekarang kau biarkkan kau dan keluargamu menggelandang di neraka.. ini akibat ulahmu yang ketika di dunia kikir, tidak mau membagi rejeki berlimpahan yang di anugerahkan Allah padamu kepada orang-orang yang membutuhkan. Rasakan inilah kecintaanmu pada harta yang berlebihan semasa hidup di muka bumi.’’ Mendengar kisah itu aku jadi sangat ketakutan, bu! Allah telah melimpahkan harta yang berlebihana pada kita… aku takut ini merupakan sebuah ujian dari Allah.. bagaimana kita mengemban amanah berupa harta yang berlebihan ini sebagaimana mestinya. Aku takut di akherat nanti aku tergolong seperti orang yang ada dalam kisah itu. Aku tidak ingin harta berlimpah yang kita miliki sekarang ini justru menjadi sesuatu yang akhirnya akan mencelakakan kita di alam abadi nanti..”
“Ibu tidak mengerti dengan maksud bapak. Mengapa mesti takut? Bukankah kita juga bukan termasuk orang-orang yang kikir? Kita sudah melaksanankan kewajiban dalam Islam berupa sedekah, zakat, Qur’ban, kita bahkan sama-sama sudah ber-haji… semuanya telah kita lakukan sesusai tuntunan Islam.. ada apa lagi bapak begitu risau?”
“Ya… aku masih takut ada rejeki tidak halal ikut kita nikmati dalam kehidupan kita..”
“Ah.. Pak… kalau segala macam sedekah yang dianjurkan sudah kita jalankan… ya sudah… beres… kita berarti tidak menyalahi aturan agama… kenapa mesti membayangkan menjadi gelandangan di neraka?’
“Ya sudah bu… alasan ibu benar.. tapi, kemudian ada sesuatu yang membuatku masih berpikir. Allah berfirman’ tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan’, ‘ pemboros adalah teman setan’, kalau dalam hadist nabi, kita dilarang melakukan sesuatu tanpa ada manfaatnya untuk kita…”
“Maksud bapak apa? Saya tidak mengerti ini pak.. hidayah apa sih sebenarnya yang sedang bapak rasakan.. langsung saja bapak jelaskan…”
“Begini, bu.. aku berencana membangun istana di surga…” Bu Joni kontan agak terhenyak mendengar rencana pak Joni ini. bu Joni ynag kerjanya hanya mengunjungi salon atau tempat-tampat mewah untuk sekedar menikmati kemewahan bersama-sama teman-teman sesama peminat kemewahan, otomatis awam dengan istilah ‘membangun istana di surga’
“Membangun istana di surga?” Bu Joni agak ironi mengulang kalimat itu…
“Ya… ‘dengan sedekah, Allah akan membangunkan seseorang istana di surga. Semakin banyak sedekah yang ia keluarkan… semakin indah istana yang Allah bangunkan untuknya…”
“Lalu maksud bapak ?” Bu Joni agak kaget dan setengah tidak mengerti dengan rencana pak Joni untuk membangun istana di surga itu…
“Harta yang Allah anugerahkan pada kita sangat berlimpah bu.. dan kita telah gunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti, koleksi pakaian, barang-barang mewah, perhiasan… bahkan mobil… kita telah melakukan sesuatu yang sama sekali tidak bermanfaat, tapi hanya menuruti kesenangan semata… yang hanya akan menimbulkan kemudharatan serta sifat riya’ belaka. Padahal kalau ibu lihat di luar sana… banyak sekali orang-orang yang tidak punya tempat tinggal.. bahkan untuk makan saja sulit… kenapa kita yang mendapat kelebihan harta hanya menggunakannya untuk kesenangan yang sama sekali tidak ada artinya… untuk apa kita tumpuk harta mewah itu… kalau hamba-hamba Allah yang lain sedang hidup serba susah di luar sana. Dimana rasa kasih sayang serta perikemanusiaan kita pada sesama? ”
“Pak… bapak kok aneh… orang-orang itu bukan tanggung jawab kita, pak. ‘Kan sudah ada pemerintah yang ngurusi mereka, kenapa kita yang jadi repot? Bukankah dalam undang –undang dasar di sebutkan kalau’ fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara’. lhaa kalau mereka masih pada miskin dan terlantar.. lha bagaimana lho dengan pemerintah. Bisa apa enggak ngurusi negara titipan para pendirinya?”
“Benar bu.. itu tugas pemerintah.. tapi ini juga kewajiban orang muslim untuk membagi harta yang di karuniakan Allah, kepada hambanya secara adil… “
“Maksud bapak bagaimana ?” Bu Joni sudah sangat kuatir dengan rencana pak Joni yang sudah mulai dapat di tebaknya…
‘Bapak akan jual semua mobil koleksi kita, hanya kita sisakan satu saja… ya dua tidak apa-apa asalkan kita menyisakannya karena kita benar-benar karena sangat membutuhkan.. bukannya untuk riya’ atau ‘pamer kekayaan’, atau ‘sekedar memuaskan nafsu keduawian kita’.. .”
“ Pak.. pak… bapak ini masih waras ‘kan.. kenapa punya ide gila seperti itu… itu mobil.. mobil kita sendiri, pak.. hasil kerja keras kita… kenapa harus orang lain yang menikmati , pak…”
“Inilah pengorbanan kita karena Allah… dan ingat… bukan hanya kita saja yang telah bekerja begitu keras… namun banyak mereka-mereka yang kerjanya jauh lebih berat dari kita… namun memperoleh rejeki yang sedikit dari Allah…”
“Itu sudah bagian mereka, pak… dan ini bagian kita.. rejeki kita halal, pak.. kenapa harus kita buang untuk orang lain?
‘Bukan di buang bu… tapi ingat yang tadi… untuk ‘membangun istana di surga’….”
“Pak… pak… cara berpikir bapak sudah tidak maksuk akal, kita sudah berusaha membangun istana di surga dengan sedekah-sedekah yang sudah kita keluarkan sebagai mana mestinya..”
“Bu… kita ini orang-orang yang tak tahu diri… di saat banyak orang sedang kesulitan biaya hidup sehari-hari… kita malah membuang-buang uang hanya untuk menuruti kehendak setan… kita tertawa dan bersenang-senang dengan kemewahan-kemewahan yang melampaui batas, sedang hamba Allah yang lain sedang berurai air mata.. itulah memang rencana setan.. untuk menjerumuskan umat manusia.. yang berlimpahan harta di buat lupa diri, agar tidak peduli dengan penderitaan orang-orang fakir dan miskin, dan yang miskin agar tetap menderita, sehingga ketika mereka menemukan jalan buntu… maka larinya sangat rentan dengan kejahatan…setan ingin menjerumusan semuanya, baik yang berlimpahan harta maupun yang dalam kesulitan. Kalau kita tidak mau melakukan perintah Tuhan dengan adil, maka mudahlah bagi setan untuk mengajak umat manusia menjadi teman-temannya. kita di anugerahi Tuhan kelebihan harta, ini adalah kesempatan kita untuk ikut memerangi rencana jahat setan pada umat manusia, dengan menyelamatkan kita sendiri, juga orang lain yang dapat kita Bantu… Coba ibu bayangkan. Bagi kita-kita yang pegang uang… kalau lagi stress, suntuk… lari kita bisa bersenang-senang dengan uang kita… lha coba ibu bayangkan bagi mereka yang tidak pegang uang.. kalau pas lagi stress… lalu larinya kemana bu…”
“Kenapa kita harus bingung memikirkan orang-orang itu kalau stress larinya kemana? Rejeki kita ‘kan sudah di bagi sendiri-sendiri… mereka ya harus tahu bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri… bukan kita malah yang jadi mikir’…”
“Bu aku pernah membaca sebuah kisah, ada orang miskin sedang berdo’a pada Allah agar diberikan kekayaan, mendengar do’a itu ada malaikat yang bertanya pada Allah, “ya Allah… kenapa Engkau tak kunjung mengabukan do’a si Fulan?”. Allah menjawab.. “Sudah.. aku sudah mengabulkannya. Rejeki si Fulan aku titipkan pada orang-orang kaya”… masya allah bu… baru aku sadar sekarang… jangan-jangan banyak rejeki orang miskin yang Allah sedang titipkan pada kita… kemudian bukannya kita serahkan pada yang berhak… malah kita makan sendiri…bagaimana kelak pertanggng jawaban kita pada Allah, bu?”
“Pak… bapak ini bagaimana… kalau kita tidak mengeluarkan sedekah sama sekali… baru kita makan haknya orang-orang miskin… tapi toh kita juga telah bersedekah, pak. Bahkan ibu kalau sama teman-teman dijuluki ‘ibu dermawan’, soalnya ibu ini paling hobi nraktir teman-teman!”
“ya.. ibu benar.. , tapi kita juga harus bersedekah lebih tepat sasaran, yaitu orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan pertolongan orang lain, tapi rejeki yang diberikan Allah pada kita sangat berlebihan..benar kita memang sudah mengeluarkan sedekah kepada yang berhak pula, akan tetapi walau kita telah mengeluarkan sedekah.. kita masih kelebihan, sehingga kita telah salah memanfaatkan rejeki itu hanya untuk mengumbar nafsu dan mengejar kemewahan semata..”
“Tapi, pak… ibu tidak setuju kalau bapak menjual mobil-mobil kita… itu usaha-usaha kita sendiri.. itu simpanan untuk kita wariskan pada anak-anak kita…mereka toh nanti juga akan butuh kalau sudah rumah tangga… tidak harus kesulitan lagi..”
“Kita telah membekali mereka ilmu, bu… dan itu lebih bermanfaat daripada membekali mereka harta… lagipula.. bersedekah di jalan Allah… sama halnya kita menabung di jalan Allah.. kalau kita berbuat kebaikan di jalan Allah.. Allah pasti akan mengembalikannya dengan jumlah berlipat… itu janji Allah.. dan aku yakin ketika kita mempermudah hidup seseorang, maka Allah juga pasti akan mempermudah hidup kita..”
“Pak… aku kuatir ide gila bapak ini justru akan merugikan anak-anak kita… kita nolong orang lain… kita habis-habisan.. anak kita kelak tidak kebagian harta kita… eh… malah orang lain yang menikmatinya… pak… pak… kita ini bekerja untuk anak-anak kita sendiri… kenapa harus kita berikan pada oaring lain ?”
“Masyaallah, bu… ibu ini mengaku beriman pada Allah, percaya pada Allah… nyatanya hanya sebatas percaya kalau Allah itu ada… tapi ibu masih sangsi dengan janji-janji Allah yang telah di firmankanNya. Seberapa besar sih kekayaan kita di banding kekayaaan Allah yang Maha luas ini ? kalau kita mengaku beriman… kita juga harus percaya bahwa tidak akan mungkin Allah menelantarkan hidup kita dan anak keturunan kita kalau uang yang kita punyai kita belanjakan bukan dalam bentuk kita tumpuk-tumpuk, tapi kita gunakan di jalan Allah…”
Perdebatan antara pak Joni yang merasa telah mendapat hidayah dari Allah dengan istrinya tidak menemui titik temu, karena pandangan keduanya berbeda… pak Joni ingin membelanjakan hartanya di jalan Allah, sedang bu Joni kuatir harta-harta yang telah susah payah mereka kumpulkan tidak dapat mereka nikmati, tapi malah hanya orang-orang miskin yang tidak ikut andil apa-apa dalam perolehan harta mereka yang nantinya malah menikmatinya. Penjelasan pak Joni tidak dapat diterima oleh bu Joni… entah karena saking sayangnya pada harta, atau karena takut dianggap melarat oleh rekan-rekannya atau… karena belum mendapat hidayah, tentang pentingnya berbagi dengan orang-orang yang sangat membutuhkan. Akhirnya pak Joni tidak lagi mengindahkan omelan dan kemarahan bu Joni tentang rencana pak Joni yang dianggapnya sangat tidak waras. Bu Joni hanya bisa menangis, ketika suaminya mulai menawarkan mobil-mobilnya , sedih… sakit hati… kesal… putus asa… begitulah yang dirasakan bu Joni… bahkan menyesal rasanya menikah dengan laki-laki itu. Padahal sebelumnya bu Joni sangat bangga dengan suaminya yang mau memanjakannya dengan kemewahan… bahkan hobi pak joni yang mengkoleksi mobil-mobil mewah telah menambah kepuasan dan kebanggaannya pada suaminya itu… pokoknya selama ini kloplah mereka berdua… sama-sama gila barang-barang mewah… tapi kini.. pak Joni… menurut bu Joni telah mulai kesambet setan… entah setan dari mana yang nyambet pak Joni… hingga laki-laki itu mulai menyakiti hatinya… begitulah… ketika pandangan antara suami-istri tidak sejalan… pertengkaran demi pertengkaran terjadi dalam rumah tangga mereka.
“Pak… tolong bapak sadar dengan ide gila ini… hentikan pak… sadar…”
“Justru yang seharusnya sadar itu ibu… bukannya aku.. setelah mobil-mobil kita terjual.. aku minta ibu mulai mengumpulkan perhiasan-perhiasan ibu yang jarang di pakai.. sisakan saja seperlunya.. ..”
“Apa pak… bapak juga ngincar perhiasan-perhiasanku ? Pak.. bapak sudah keterlaluan… melampaaui batas.. itu hak aku sebagai istri… bapak tidak boleh menjualnya demi orang lain…”
“ya.. sudah.. kalau ibu tidak mengijinkan… hanya saja… bapak mulai sekarang melarang ibu untuk mengoleksi perhiasan lagi… sudah cukp banyak… tak perlu di tambah lagi… untuk apa beli lagi kalau hanya untuk kepuasan semata, agar di puji orang, agar selalu cocok dengan baju , tas, sepatu baru… sedang di sekitar kita masih banyak orang-orang yang sangat kesulitan hidupnya. Jangankan memikirkan soal perhiasan… bisa tetap bertahan hidup saja sudah sangat bersyukur… malu bu..malu kita pada Allah !”
“Kenapa harus malu… lha wong Allah sendiri yang telah memberinya pada kita… bukan salah kita… kita juga tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain… harta-harta kita sendiri… “
“Bu… sudahlah… saya tidak mau banyak berdebat tentang hal ini… saya kepala rumah tangga di sini… saya pemimpin di sini… dan kewajiban saya adalah mendidik istri dan anak agar mau diajak kepada jalan yang lurus dan benar…”
“Bapak bukannya mau mengajak ke jalan yang lurus… tapi akan membuat kehidupan kita jadi neraka, pak… alangkah susahnya kita harus menderita karena kebodohan kita membagi-bagi harta kita pada orang lain… sedang kita yang punya saja harus ‘melet-melet, pak!”
“melet-melet… ibu terlalu membesar-besarkan… kita justru sangat beruntung, bu… kita mendapat amanah limpahan harta dari Allah dan kita segera sadar untuk membagi kebahagiaan bersama dengan orang yang sangat membutuhkan, kita mendapat kesempatan banyak bersedekah… membangun istana di surga… betapa beruntungnya kita… kita dapat mengelola harta kita… bayangkan dengan orang-orang yang kesulitan mendapat rejeki…”
“saya tetap tidak setuju dan tidak akan mengikhlaskan harta-harta kita yang bapak bagi-bagikan pada orang-orang miskin itu…”
“Lalu mau ibu bagaimana? Apakah ibu lebih suka kalau bapak terus mengumbar nafsu dengan mengoleksi mobil atau barang-barang mewah lain ? apa ibu juga ingin akhirnya kalau sudah bosan koleksi mobil…bapak akhirnya juga akan koleksi istri..?”
“Hah!” bu Joni sangat terkejut mendengar pernyataan pak Joni yang terakhir ini… pak Joni…ia kenal sebagai laki-laki yang memiliki jiwa penuh kasih dan sayang. Itu ia tunjukkan pada siapa saja, apalagi anak dan istrinya… tidak mungkin pak Joni tega menyakiti hatinya dengan mengucapkan kata-kata ‘kiamat ‘ bagi para istri itu…
“Pak..pak…bapak sekarang malah semakin ingin membuat hati ibu jadi hancur… kenapa, pak.. kenapa bapak jadi berubah seperti ini?”
“Tidak bu, bapak hanya berubah menjadi orang yang ingin mendapat keridlaan dari Allah… bapak tetap tidak akan pernah tega membuat menderita hati ibu dan anak-anak… bapak akan tetap selalu di sisi kalian… hanya saja.. kalau ibu menginginkan bapak terus menjadi kolektor mobil.. bapak juga akan menambah koleksi bapak dengan koleksi istri… untuk apa.. toh uang kita berlebihan… mau di kemanakan lagi..”
Bu Joni menjerit keras mendengar ungkapan yang tidak pernah disangkanya akan keluar dari mulut pak Joni… suatu kalimat yang paling ditakuti oleh para istri, ‘suami menikah lagi’. Tapi tidak… pak Joni hanya bermaksud menggertak istrinya saja. Pak Joni sudah kehabisan cara menyadarkan istrinya agar merelakan dirinya menjual barang-barang berlebih yang hanya jadi pajangan dan pameran itu untuk dimanfaatkan bagi orang-orang yang sangat membutuhkan. Pak Joni adalah seorang yang sangat penyayang… bagi seorang penyayang seperti pak Joni… menyakiti hati orang lain saja tidak tega, apalagi menyakiti hati istri dan anak. Pak Joni sangat faham… tidak ada wanita yang mau dimadu… tidak ada anak yang suka melihat bapakya jadi tukang kawin. Poligami tanpa alasan yang benar tentu tidak akan mendapat ridhlo dari Allah… karena hanya akan menimbulkan banyak sakit hati dan dendam… pak joni bukan tipe orang yang mementingkan kesenangan sendiri.. apalagi sekarang setelah mendapat hidayah…
“Bu… tolong di ikhlaskan… lihatlah banyak orang yang merasa kelebihan harta… sebagian besar larinya mencari istri kedua… ketiga.. bahkan kekempat… bapak tidak akan mengambil kesempatan menolong seorang gadis misalnya dengan memanfaatkan kesempatan dengan mengawininya… bapak tidak akan meminta imbalan jasa dari bantuan bapak dengan mengawinin gadis-gadis atau janda-janda yang membutuhkan bantuan. Bapak murni membantu mereka untuk terus menyekolahkannya dan membiarkannya menjadi wanita mandiri serta kelak dapat memilih jodohnya sendiri.. atau para janda tetap dapat mandiri dan tetap mendapat kemerdekaan mereka… bapak juga akan membantu mereka –mereka yang sudah berusaha keras mencari nafkah tapi.. tetap saja memiliki penghasilan yang tidak cukup untuk kebutuhan rumah tangganya… tapi… jika ibu kurang senang dengan cara yang begitu… apa lebih baik kalau bapak menolong gadis-gadis miskin dan janda-janda yang ditinggal suami itu dengan cara mengawini mereka saja ?” Masyaallah… bu Joni sama sekali tidak mengira akan mendapat ujian seberat ini… selama ini hidupnya sangat bahagia dengan suami yang tidak neko-neko dan bahkan mamanjakannya dengan aneka harta mewah… dan memiliki hoby yang sama dalam mengkoleksi harta… kenapa sekarang tiba-tiba berubah menjadi suami yang mulai ‘kurang sehat akalnya’? rasanya tidak kuasa bu Joni menanggung ujian yang tiba-tiba datang tak tersangka-sangka ini… apalagi kini… pak Joni yang amat di cintainya sebagai seorang suami telah melontarkan kata-kata paling menyakitkan yang tidak pernah ingin di dengar oleh istri manapun yang ‘masih normal’. Kedua pilihan itu tidak ada yang enak baginya… tapi daripada ia kehilangan harta sekaligus sebagian kasih sayang, perhatian dan kehadiran sang suami di rumah lebih baik ia kehilangan sebagian hartya saja.. dan pak Joni… tetap menjadi suami sekaligus sahabat sejati yang akan selalu pulang menemaninya berbagi di rumah tiap hari…..
Dengan sangat terpaksa akhirnya bu Joni membiarkan suaminya menjual semua koleksi mobilnya… hanya tersisa satu mobil saja yang memang masih dibutuhkan untuk dipakai... bukan sekedar di koleksi.. sekedar untuk kepuasan serta kemewahan…
Bu Joni hanya bisa menangis dengan kejadian itu… bu Joni merasa hidupnya mulai semakin menderita hanya karena ide ‘gila’ pak Joni yang malah di sebutnya sebagai ‘hidayah’.
“Pak… lihatlah… demi orang lain, kita sekeluarga jadi menderita… aku sekarang tidak bisa pergi seenaknya pakai mobil… karena mobil cuma satu.. kadang-kaang aku harus rebutan dengan anak-anak, dengan bapak…”
“Rebutan bagaimana, bu.. kalau…bapak sedang ingin pakai.. itu ‘kan karena bapak sedang sangat perlu bawa mobil… anak-anak juga begitu…”
“tapi ibu jadi tidak nyaman, pak… ibu jadi harus nunggu… gantian… tidak seperti bisanya yang tinggal suruh sopir…”
“Allah tidak menyukai orang manja… Allah lebih mnyukai orang yang mau bekerja keras dan berpayah-payah… mengapa hanya masalah menggunakan mobill saja ibu jadi repot.. kenapa ibu tidak gunakan jasa tukang becak , atau angkutan umum… atau naik sepeda…”
“Apa… ibu harus naik angkutan… becak… itu lambat sekali pak… lagipula naik angkutan… puih… panas… nunggunya lama… berdesakan… pak… pak… tolong ,mikir… yang masuk akal… ibu ‘kan tidak pernah naik angkutan umum…. Kalau naik sepeda… bapak tahu sendiri, repot pak.. jalanan macet, panas… pak… pak… tega sekali bapak sama istri….”
“Bu… ibu tidak ada istimewanya di mata Allah.. tidak tidak pernah membedakan antara satu orang dengan yang lain… kecuali karena amalnya… kenapa ibu seakan merasa manjadi orang yang begitu istimewa dan begitu lebih daripada orang lain ? ibu tahu… dengan naik becak atau kendaraan umum, berarti kita telah berbagi rejeki dengan orang lain yang sedang mencari nafkah dengan cara mengantar orang-orang ke tempat tujuan… kalau kita pada naik kendaraan pribadi… rejeki mereka darimana ? … “
“Pak.. kenapa tidak kita beli mobil satu lagi ? hidup ibu jadi sangat sulit karena tidak ada mobil khusus bagi ibu.. ?”
“Bu… bu… tolong buang jauh…jauh sifat manja ibu… dengan mengurangi jumlah mobil di jalanan , kita juga ikut membantu mengurangi kemacetan dan polusi udara . Banyak orang bisa hidup bahagia dan nyaman tanpa harus punya mobil… mengapa sudah ada mobil …walau Cuma satu..tapi ibu merasa begitu menderita…. Dimana rasa syukur kita pada Allah bu… malu bu… kenapa orang lain yang hanya punya sepeda pancal dapat menyelesakan masalah transportasinya dengan mudah.. sedang kita yang sepeda pancal punya, sepeda motor punya… bahkan mobil juga punya… tapi malah..merasa kesulitan dan tidak mampu menyelesaikan hanya masalah sepele seperti itu ?”
“Bukan tidak mampu menyelesaikan pak… tapi ibu tidak mau berpayah..payah… hanya demi orang lain yang tidak ada hubungan keluarga dan tidak memberikan jasa apa-apa pada kita..”
“Astagfirullah….”
Semenjak kecil bu Joni memang sudah terbiasa dengan kemewahan. Orang tuanya adaklah seorang konglomerat yang sangat suka bergaya hidup mewah… kemudian menikahpun juga dengan seorang pengusaha kaya , sukses dan terkenal di wilayahnya… maklum kalau dia merasa sangat melarat dengan berkurangnya harta mereka walau sebenarnya mereka tetap dalam kategori berharta…
“Bu Joni… saya dengar pak Joni menjual semua koleksi mobilnya… ma’af bu.. ada masalah apa ?” Tanya bu Fita yang termasuk sahabat dekat bu Joni…
“Pak Joni mulai kehilangan kewarasannya bu.. aku juga tidak tahu.. siapa sebenarnya yang telah menghipnotis dia… “ Bu Joni mulai menangis sesenggukan menuturkan kisah duka keluarganya…
“Di hipnotis ? Apa ada yang sudah menipunya dengan cara menghipnotis begitu ,bu… eh… sekarang hati-hati lho… banyak orang mulai melakukan kejahatan dengan cara hipnotis… trus… bu…”
“Bukan bu… bukan ditipu dengan cara di hipnotis… pak Joni tiba-tiba punya ide gila, yang sama sekali tidak masuk akal… suatu hari dia buru-buru pulang dari pengajian bercerita pada saya kalau dia sedang mendapat ‘hidayah’. Mendengar dia mendapat hidayah dan datang dengan muka berseri-seri… waktu itu ibu sangat bahagia… eh… setelah cerita… ternyata hidayah itu bukan sesuatu yang akan bermanfaat dan membahagiakan kehidupan anak-istrinya… tapi sebuah ide ,mlarat, yang sangat konyol…”
“Ide mlarat? Apa maksud ibu..” Bu Fita masih penasaran dengan cerita terputus bu Joni…
“Kata pak Joni… ia dapat hidayah sepulang dari pengajian dengan punya ide mau menjual semua koleksi mobil, perhiasanku.., dan semua barang mewah yang selama ini tidak begitu dibutuhan, tapi hanya sekedar koleksi saja…”
“Hah… hidayah kok seperti itu… lalu maksudnya apa, bu…?” Tanya bu Fita yang sama-sama awam tentang hukum agama itu pada bu Joni...
“ya… katanya uang hasil penjualan itu akan diberikan pada orang-orang miskin… untuk membangunkan mereka rumah.. membuatkan tempat usaha… menyekolahkan anaknya… ah… pokonya diberikan pada orang lain… “
:”lalu.. mobilnya sekarang tinggal berapa ?”
“satu… ya satu itu saja yang dipakai banyak orang… “
“Hah… gila… “
“Nah… coba bayangkan siapa yang gila… aku.. apa dia ?”
“Puih…puih… aku tidak bisa membayangkan kalau punya suami seperti itu….” Bu Fita yang punya karakter sama saja dengan bu Joni yang gila harta bukannya mampu menenangkan hatinya tapi malah ikut-ikutan memperparah luka hati bu Joni.
Bukan hanya bu Fita yang memberi komentar seakan pak Joni adalah laki-laki bodoh dan bu Joni adalah wanita sangat malang yang perlu dikasihani. Tetapi hampir semua rekan dan bahkan keluarga dari pihak bu Joni sangat menyayangkan keputusan aneh pak Joni. Bu Joni yang salah memilih teman bergaul semakin dalam kondisi yang mengenaskan. Yang di curhati bu Joni bukannya orang-orang yang memiliki kepedulian pada sesama, akan tetapi justru orang-orang yang mencintai harta dunia melebihi cintanya pada yang lain. Ada sih sebenarnya dari keluarga bu Joni yang tidak ikut menyalahkan pandangan pak Joni… tapi pendapat minoritas itu sama sekali tidak di gubris oleh bu Joni, tentu saja ia lebih mempercayai dan menggunakan pandangan lebih banyak suara dari teman-teman dan sebagian keluarganya… bu Joni semakin sedih hatinya ketika diantara teman-temannya saling bercerita dengan sangat bangga ketika mereka membeli barang-barang mewah terbaru dan terindah… dengan amat bangganya mereka adu sifat ‘riya’ saling mencoba menjadi yang terunggul , terbaik dan terkaya dan paling dikagumi….
Untuk menyadarkan istrinya, pak Joni selalu berusaha mengajak istrinya untuk ikut aktif menghadiri pengajian seperti dirinya… tapi bu Joni menolak karena baginya… justru tempat pengajian adalah tempat paling menakutan yang telah melencengan otak suaminya sehingga dirinya menjadi sangat menderita … yah… itu semua karena ide aneh para ulama… bu Joni trauma sekali melihat ulama… karena itu bu Joni tidak mau menghadiri pengajian… pak Joni mencoba untuk membelikan buku-buku keagamaan yang berkenaan dengan sedekah serta zakat dan bagaimana mengelola harta… tapi dasar bu Joni sudah punya pandangan berbeda yang di dukung oleh teman-teman dan sebagian keluarganya… buku-buku yang di belikan pak Joni bukannya membuat keingintahuan yang besar muncul dalam dirinya untuk mengetahui petunjuk jalan agama yang benar… tapi buku-buku itu telah membuat bu Joni sebal luar biasa… jangankan untuk membacanya… melihat atau menyentuh saja bu Joni seperti orang sedang kerasukan setan… ia suka histeriss….
Pak Joni mencoba mencari ahli kejiwaan yang memiliki ilmu agama yang baik…namun… sekali lagi hati bu Joni masih tertutup rapat untuk menerima masukan yang bersifat ‘sedekah’.
Suatu hari… pak Joni kembali pulang dengan wajah berseri-seri… Nampak tidak seperti biasanya… bu joni tak bisa menahan diri untuk bertanya” ada apa, pak… apa yang membuat hati bapak kelihatan begitu gembira ?”
“Alhamdulillah, bu… “ pak Joni Nampak agak berat untuk melanjutkan ceritanya karena ia sangat paham cerita itu nanti tentu akan sangat melukai hati istrinya…
“Apanya yang alhamdulillah??” Bu joni masih penasaran bertanya, walau sebenarnya ia sudah bisa menebak apa yang membuat hati suaminya begitu gembira, namun ternyata hal itu dorongan rasa ingin tahu yang besar telah memaksa lidahnya untuk tetap bertanya…
“Bapak baru saja menyelesaikan program pembanguan seratus rumah layak huni, menyalurkan modal usaha bagi seratus orang, beasiswa untuk seratus anak-anak kurang mampu, seratus… “
“Sudah… sudah… pak… jangan diteruskan… bapak mengentaskan kemiskinan untuk seratus… seratus… dan entah berapa ratus lagi untuk membuat kita sendiri menjadi melarat…!” Bu Joni memekik tak tahan mendengar harta kekayaan mereka dihambur-hamburkan dan dinikmati banyak orang kumuh.
“Bu… kenapa ibu tega mengatakan kita hidup melarat ? Bukankah kita masih punya mobil… kendaraan bermotor.. bisa makan enak…. “
“Lihat, pak.. dulu ibu bisa membeli pakaian dan perhiasan mewah setiap kali ibu inginkan, ibu dapat membeli makanan dan makan di restoran manapun yang ibu inginkan… anak-anak sekolah pakai mobil, kemana-mana pakai mobil… sekarang semuanya telah terpuruk… ibu harus menahan diri untuk membeli sesuatu yang ibu inginkan… dan anak-anak harus kepanasan naik angkutan pergi ke sekolah, si Dodi malah sekarang harus naik sepeda ke sekolah…”
“Tapi mereka tidak keberatan, bu… dan mereka sangat senang melakukannya. Bapak telah memberi mereka pengertian… bahwa Allah lebih menyukai orang-orang yang mau bekerja keras… bukannya manja mau enak saja… ini namanya mbelajari anak untuk ‘tirakat’ bu… dan mereka nampak senang karena mereka dapat ikut membantu orang lain… walau mereka harus berpayah payah… tapi mereka senang ada orang lain yang keluar dari kesulitan dan penderitaannya karena kerelaan mereka untuk tidak bermanja-manjaan dengan kemewahan. Bapak sangat bangga dengan Dodi dan Tina… mereka bukan anak-anak manja… mereka mau berbagi dengan sesama… apalagi mereka sering bapak ajak untuk menengok mereka-mereka yang kurang beruntung… dan mereka menjadi malu selama ini telah hidup bermewah-mewahan, sedangkan di sekeliling mereka masih banyak orang-orang yang untuk makan sehari-hari saja kesulitan… oleh karena itu mereka begitu ikhlas mau membuang kemanjaan mereka karena limpahan harta orang tuanya… karena bagaimanapun… walau mereka harus naik sepeda… naik angkutan… tapi hidup mereka masih serba kecukupan…”
Tampaknya kalau Tuhan belummembuka pintu hidayah bagi seseorang, akan sulitlah kita menyadarkannya. Demikian pula halnya dengan bu Joni, segala masukan pak Joni… bahkan dari anak-anaknya sendiri sama sekali tidak merubah cara pandangnya… ada kalanya suatu saat ia sedikit agak ngerti. Tapi dengan berjalannya waktu terutama ketika harus bertemu dan berkumpul dengan teman-teman glamournya… hati bu Joni akan kembali pada prinsip kemewahan yang tidak dapat di ganggu gugat sepeti biasanya…
Akhirnya tahun.. terus berganti… pak Joni yang terus menikmati sedekahnya pada orang lain.. bu Joni masih terus pada kesedihan dan penderitaannya memikirkan harta-hartanya yang harus ,terus di kuras, untuk orang lain…
Semakin hari… wajah pak Joni semakin muda berseri… bagaimana tidak… pak Joni mulai dapat merasakan hikmahnya memiliki harta benda hanya yang di butuhkan saja… selama ia punya hobi koleksi mobil… sebenarnya banyak yang ia harus pusingkan tanpa sadari… mulai biaya perawatan.. ganti onderdil.. dan lain sebagainya… belum lagi godaan kalau ada mobil keluaran terbaru… wah… wah… pasti semalaman ia mulai tidak bisa tidur untuk ingin segera membeli mobil itu.. tapi begitu terbeli… ada keluaran model baru… pusing ia inginkan mobil model terbaru itu… ah… Alhamdulilalh… kini hatinya lebih tenang… tidak lagidi kejar kerakusan dan iming-iming duniawi yang serba semu.. malah banyak orang ikut bahagia karena ‘hartanya’… Memang sebenarnya untuk benar-benar mampu meghilangkan kerakusan yang ada dalam hatinya, sempat terkadang ketika ada keluaran mobil terbaru , setan berusaha membujuknya untuk kembali tertarik menghambur-hamburkan uangnya demi hanya sekedar memuaskan nafsu keduniawiannya. Namun karena tekad yang kuat untuk meraih ‘istana di syurga’, akhirnya pak Joni mampu mengalahkan hasutan-hasutan setan yang selalu berusaha mencari kelemahan umat manusia untuk di jerumuskan menjadi budak-budak setianya..
Andai semua orang kelebihan harta mau berbuat seperti pak Joni… alangkah indahnya kehidupan ini.. satu orang mengentaskan satu atau dua kemiskinan… bahkan lebih… tentu tidak banyak orang kelaparan di negeri surga yang subur makmur ini,apalagi jika didukung pemerintahan yang lebih adil lagi….
Lain halnya dengan bu Joni, semakin hari wajahnya semakin kusut, pucat dan tak bergairah, tubuhnya menyusut beberapa kilo. Pak Joni tidak letih mencoba memberi pengertian, bahkan mencoba mendatangkan seorang anak kecil yang kurus kering kurang gizi untuk memancing rasa iba bu Joni…
“Bu anak ini ingin bercerita pada ibu… “kata pak Joni waktu itu…
“Bu.. saya mau berterima kasih pada pak Joni dan ibu.. orang tua saya adalah seorang nelayan kecil yang kadang dapat ikan untuk di jual.. kadang tidak dapat sama sekali.. oleh karenanya.. kadang kami sekeluarga dapat makan, kadang kami harus menahan rasa lapar… namun semenjak pak Joni menolong kami… kami bisa makan lebih teratur… pak Joni memberi ibu saya modal untuk usaha sambilan, membantu bapak, saya sudah sekolah di SMP.. dulu waktu SD saya masih bisa sekolah jalan kaki, tapi SMP agak jauh… saya hampir tidak dapat sekolah karena tidak ada kendaraannya. Kadang bisa masuk sekolah, kadang harus bolos karena lelah. Bapak mau membelikan saya sepeda bekas… tapi untuk membeli sepeda bekas saja bapak tidak mampu… alhamdulilalah pak Joni mengetahui kesulitan kami… dan pak joni mau membelikan sepeda baru untuk saya… kami sekeluarga seperti sedang berada di syurga ketika sepeda baru itu datang ke rumah kami, karena mimpipun kami tidak untuk dapat mempunyai sepeda baru, karena membeli sepeda bekas saja sesuatu yang cukup sulit bagi keluarga kami…”
“Dan Totok ini anak yang sangat rajin dan pintar bu… jadi sangat sayang kalau dia berhenti sekolah…”
Sebenarnya mendengar penuturan itu bu Joni sudah dapat berpikir… alangkah tidak tahu dirinya ia dan pak Joni waktu itu mengumbar kemewahan bahkan membeli-beli mobil-mobil mewah.. sedang di seberang sana ada keluarga-keluarga yang jangankan membeli mobil mewah satu atau dua atau bahkan lebih.. tapi membeli satu sepeda bekas saja tidak mampu… padahal sepeda bekas itu benar-benar di butuhan.. bukan untuk mengumbar kerakusan seperti yang ia lakukan dengan suaminya selama ini. bu Joni sebenarnya agak tersentuh juga dengan cerita anak itu… namun kemudian ia kembali ingat teman-temannya yang sekarang muali mengalahkan kemewahannya… hatinya kembali berontak tak rela… harta-hartanya hanya digunakan untuk mensejahterakan orang lain… bisa beli sepeda kek… tidak kek.. mau sekolah apa enggak… itu ‘kan tanggung jawab kalian sendiri-sendiri… kenapa harus aku yang di korbankan ?
Keadaan bu Joni yang tidak bisa berpikir sehat untuk mengikhlaskan segala sesuatunya kepada Allah, telah membuat bu Joni akhirnya digerogoti oleh bermacam-macam penyakit. Bu Joni mulai terkena penyakit darah tinggi… kemudia di susul penyakit gula… yang mulai menyedot tubuhnya yang dulu sintal menjadi kurus… kurus dan semakin kering…
Dengan adanya penyakit yang menyiksanya… bukan kemudian membuat bu Joni sadar… bu Joni malah meyalahkan pak Joni yang menjadi penyebab dirinya menjadi penyakitan…
“Bu… ibu kenapa menyiksa diri begini… lihatlah badan ibu semakin lama semakin kurus… penyakit-penyakit yang ibu derita ini akibat dari terlalu banyak mikir… padahal.. ibu sudah bapak bebaskan untuk tidak ikut ngurusi keperluan-keperluan rumah tangga, semua sudah ada yang ngurus… kebersihan rumah.. taman..kebun…dan lain-lain sudah ada yang menyelesaikan… kenapa ibu malah menyiksa diri begini bu… “
“Bapak justru yang tidak juga sadar kalau ibu jadi begini gara-gara bapak… bapak memang tidak menyakiti ibu dengan melakukan KDRT , tapi bapak telah menyakiti batin ibu karena bapak keras kepala tidak memperhatikan pendapat ibu… ibu tidak akan bisa dan tidak akan pernah mengikhlasan uang dan harta kita yang bapak bagi-bagikan untuk orang lain itu. Selama ini ibu hanya terpaksa dan memendam kekecewaan serta kesedihan sendiri”
“Astgfirullah bu… bu…. Kenapa Allah belum juga membukakan pintu hidayah bagi ibu… ya Allah… tolonglah istriku… “ pak Joni mengeluh pedih menyadari istrinya belum juga mendapat hiayah dari Allah… ia juga merasa belum berhasil mendidik istrinya untuk menjadi wanita beriman yang penuh keikhlasan.. “Bersyukurlah bu… atas segala pertolongan dan nikmat yang telah Allah berikan pada kita… coba kita hitung… kita mempunyai keturuan yang sehat-sehat dan pintar serta taat… lihatlah betapa sedihnya mereka-mereka yang mendamba keturunan tapi belum juga di karunia… kita bisa hidup merdeka… aman dan selamat sampai sekarang… lihatlah merea yang hidup tertindas, terpenjara… tertimpa musibah… kita bisa berpuasa.. tetapi kita juga dapat berbuka dengan makanan dan minuman yang lezat-lezat serta segar… lihatlah mereka yang kelaparan… untuk menghilangkan lapar atau berbuka… mereka makan tetap seadanya… kita dapat membeli pakaian bagus, perhiasan bagus walau kita batasi jumahnya, bagaimana dengan orang-orang yang kesulitan ekonomi… memakai pakaian bekas orang lain saja mereka sudah sangat bersyukur…. Dan masih banyak keberuntungan yang Allah telah berikan pada kita… yang kita tak akan mampu menghitungnya… kenapa kita menafikkan ini, hanya karena kelebihan harta kita, kita gunakan untuk membantu kesulitan orang-orang di sekitar kita?”
Tampaknya belum saatnya bagi bu Joni untuk bisa memahami semua itu… pak Joni yang merasa sedih dan iba dengan istrinya, kemudian rajin shalat hajat untuk mendo’akan istrinya agar segera sadar dan mendapat petunjuk dari Allah kepada jalan lurus dan benar… apalagi kemudian penyakit bu Joni jadi semakin parah karena bui Joni belum bisa berhati ikhlas…. Suatu hari…bu Joni malah terkena stroke… tangan dan kakinya separuh sebelah kanan tidak dapat di gerakkan…
Bu Joni yang kaya, cantik, seksi dan suka bertandang ke tempat-tempat mewah kini hanya bisa tidur di kamarnya … dunianya yang indah menjadi sempit…. Tawanya yang ceria jadi hilang… berganti dengan air liur yang sulit ia kendalikan keluar dari mulutnya yang dulu sering ia gunakan untuk tertawa-tawa dan sungging –sungging untuk menunjukkan betapa cantik dan tingginya kehormatannya sebagai seorang yang elok nan kaya raya… Bu Joni… bu Joni telah menjadi wanita lain… dunianya yang indah gemerlap telah menjadi dunia sebatas kamar tidur… kadang memang ia ingin jalan-jalan keluar dengan kursi rodanya… tapi badanya yang terasa sakit semua tidak membuatnya nyaman untuk melihat-lihat dunia di luar… keindahan dan kemewahan tidak lagi menarik hatinya… yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana lepas dari rasa sakit di sekujur tubuhnya yang seakan tidak gentar oleh dokter, tabib , dukun, obat, jamu… apapun… entah… entah apa yang bisa menghilangkan rasa sakit tubuhnya… atau entah… entah siapa…. Bu Joni seperti tidak mendapat petunjuk kemana dan kepada siapa ia harus melepas diri dari rasa sakit yang tiap saat tiba-tiba muncul menggigit dan merejam-rejam daging hingga terasa ke tulangnya… mobil mulus berteknologi tinggi, perhiasan mewah, aneka barang mahal, tempat-tempat rekreasi dan shopping yang indah di manca negara, rekan-rekan sesama penikmat kemewahan… semua tidak ada yang sanggup menghilangkan penyakit dan rasa sakitnya. Kalau sudah demikian … biasanya bu Joni menjerit-jerit tanpa peduli orang yang gerah dan miris mendengar raungannya… Siti… yang merawatnya mula-mula memang takut, kewalahan dan tak tahu apa yang mesti ia kerjakan… tapi lama-kelamaan Siti jadi terbiasa… kadang ia cuek saja dan dibiarkannya wanita yang sedang menderita sakit itu… mengurangi rasa sakitnya dengan menjerit sepuasnya. Bukan hanya sakit fisik yang di alami oleh bu Joni… tapi ia juga amat tersiksa karena ia harus menahan untuk bisa menikmati makanan lezat… karena banyak pantangan makanan yang I harus dijalani… bandel melanggar… penyakitnya kumat makin menjadi… itulah bu Joni… wanita cantik seksi dan menyukai hal-hal mewah dan penuh kenikmatan dunia… kini dipaksa hanya memikiran diri sendiri dan rasa sakitnya… siapa yang memaksa? Pak Joni? Tuhan? Tidak ! sebenarnya dirinyalah yang memaksanya… hanya saja dia bukannya insaf menyadari bahwa penyebab semua itu adalah dirinya sendiri… tapi ia malah menyalahkan suami… Tuhan…masyaallah….
Suatu hari… Nia , anak pertama bu Joni sedang mencoba memijit-mijit lembut tubuh bu Joni yang di keluhkan sangat sakit…… tiba-tiba bu Joni kembali berkeluh kesah yang membuat hati Nia jadi kesal juga…
“Nia… ini akibat ulah bapakmu… ulah bapakmu… kalau saja ia tidak menyakiti ibu dengan menguras harta kita untuk di bagikan pada orang-orang miskin… ibu tidak akan tersiksa penyakit seperti ni.. ibu banyak bersedih… akhirnya ibu sakit seperti ini, Nia…”
“Astagfirullah… buk…kenapa ibuk masih saja mengungkit soal itu bu…bukankah seharusnya ibuk bersyukur punya suami seperti bapak ? bapak adalah seorang pemimpin keluarga yang ingin menyelamatkan keluarganya dunia –akherat… kenapa ibu masih menyalahkan bapak sebagai penyebab penderitaan dan penyakit ibuk…”
“Sadar Nia…yang membuat kamu harus pulang pergi sekolah naik angkot… ya bapakmu… demi orang lain kamu harus bersusah payah… nunggu angkot lama… pergi pagi-pagi sekali.. kesulitan… kepanasan…”
“Tidak apa-apa bu… Nia ikhlas kok… ini semua karena Allah, Allah tidak menyukai orang yang manja… Nia justru sangat bersyukur dengan tindakan bapak… keluarga kita bisa ikut membuat orang lain bahagia… Nia sangat percaya kalau janji Allah benar… bahwa Allah akan membalas setiap pebuatan manusia walau hanya sebesar biji zarah…”
“Tapi Nia…kita jadi bayak ‘ngempet’… tidak seperti dulu… kita bisa beli apapun… makan apapun… melakukan apapun tanpa harus banyak mikir… sekarang… kita juga jadi malu sama teman-teman kita… mereka bisa ngumpulkan barang mewah… sedang kita tidak… malah habis…”
“Masyaallah buk… tolong sadarlah… lihatlah ibuk sekarang terbaring sakit… bukankah hanya kesehatan saat ini yang ibuk butuhkan… bisakah ibuk menikmati harta.. rumah mewah… mobil yang berderet… perhiasan-perhiasan mewah… kalau ibu dalam keadaan sakit begini?’
“Ya justru seharusnya ibuk bisa menikmati itu semua kalau tidak di habiskan bapakmu… ibu juga tidak akan sakit…”
“Buk… ma’af… mungkin justru sakit ibuk ini adalah peringatan dari Allah… dengan keadaan tubuh yang sakit dan tidak bisa kemana-mana ini… apakah ibuk akan nyaman naik mobil berganti-ganti… akan bahagia dengan memakai perhiasan mewah model terbaru… akan bahagia menyaksikan pujian orang tentang berlimpahnya harta ibuk ?... tidak ‘kan…. Bukankah yang ibuk butuhkan adalah terlepas dari rasa sakit… kalau saja ada tawaran apakah ibuk ingin hadiah ratusan mobil dan emas permata… atau ibuk di lepaskan dari penyakit ibuk dan dapat sehat seperti semula… tanpa rasa sakit… dapat pergi kemana saja… makan tidak harus banyak diatur-atur… ibuk milih mana? Tetap sakit dengan berlimpahan harta atau sehat dan selamat ?” Untuk sesaat bu Joni tidak menjawab…tapi kemudian…
“Kalau harta ibu tidak dihabiskan…ibu tidak akan sakit Nia!”
“Lho… bu… yang menentukan sakit atau sehat tu Allah lho… bukan kita… kalau kita bisa ya enak… bisa milih semau kita… tapi… hidup kita ‘kan ada yang ngatur… sakit itu juga tidak pandang kaya miskin… semuanya keputusan ilahi… “
Entah apa yang terjadi… rupanya perdebatan hari itu dengan Nia… tiba… tiba membuat hati bu Joni perlahan… lahan mulai terbuka… andaikan ia harus memilih saat ini apakah harus mendapatkan tumpukan harta atau memperoleh kesehatan tubuhnya… pastilah ia akan memilih ‘sehat’ , walau harus hidup sederhana… buat apa berlimpahan harta tapi tak sanggup menikmatinya… sedangkan tubuh yang sehat… terlepas dari penyakit… akan membuat hidupnya lebih bahagia … bebas… tak terpenjara…. “Ya Allah…. Hamba menyesal… hamba sadar Engkau telah menghukum dan memperingatkan kebodohan dan kesalahan hamba… ya Allah… hamba ikhlas menerima hukumanMu ini… asalkan Engkau mengampuni dosa-dosa hamba padaMu dan pada suami hamba… hamba telah begitu bodoh… hamba tidak tahu cara mensyukuri nikmatMU… hamba begitu bodoh mengira harta dunia… adalah segala-galanya ang dapat membuat kebahaagiaan hidupmanusia… Allah ampunilah aku….” . Mungkin begitu mudahnya jika Allah telah membuka pintu hidayah bagi seseorang untuk segera menemukan petunjuk jalan yang lurus…
Malam itu bu Joni terus menerus beristigfar pada Alah… ia benar-enar sadar dan sangat menyesali kebodohan dan kesalahannya selama ini….
“Pak… tolong…ma’afkan kesalahan ibu yang telah menumpuk begitu banyak dan begitu lama kepada bapak…” pagi itu ketika pak Joni yang justru kelihatan lebih sehat , lebih muda dan lebih segar daripada usianya… menghampiri bu Joni di tempat tidurnya… tiba-tiba bu Joni menangis sesenggukan memegang erat dan menciumi tangannya….
“Ada apa ibu tiba-tiba meminta ma’af pada bapak?” Pak Joni belum mengerti apa yang membuat istrinya meminta ma’af padanya….
“Pak… selama ini… ibu telah membuat kesalahan dengan terus menerus menyalahkan bapak, karena menyedekahkan harta lebih kita pada orang-orang miskin… ibu kini sadar… tidak ada gunanya limpahan harta tanpa kesehatan… selama ini ibu telah melupakan karunia Tuhan yang berupa kesehatan.. keselamatan… dan masih banyak lagi… ibu sadar ini hukuman dari Allah untuk ibu… yang mencintai harta melebihi cinta ibu pada yang lain , termasuk juga Tuhan… karena ibu… tidak ikhlas bapak menggunakan harta kita di jalanNya…” sesenggukan bu Joni menangis sepuas-puasnya….
“Alhamdulillah…” pak Joni kaget bercampur haru dan gembira amat sangat menyadari istrinya akhirnya mendapat hidayah dari Allah… untuk menyadari kesalahannya selama ini… Air mata pak Joni juga tidak lagi dapat ia bendung lagi… dirangkul dan di ciumnya istrinya penuh rasa syukur dan bahagia… kini tidak ada lagi ganjalan baginya untuk melaksanakan perintah Allah… berjihad dengan harta bendanya…..
Sesungguhnya Allah amat sayang kepada hamba-hambaNya… do’a-do’a pak Joni terkabul…bahkan Allah telah menjawab shalat hajad yang dilakukan pak Joni utnuk menyadarkan istrinya…..
Hari itu, pak Joni sengaja mengajak semua anak dan astrinya untuk mengunjungi orang-orang-orang telah mereka tolong… senyum bahagia penuh keramahan dan rasa syukur dari mereka sangat membuat dingin hati Bu Joni… tak lupa bu Joni mengucap ma’af pada mereka… kerena ketidak ikhlasan hatinya selama ini dan su’udzonnya pada orang-orang yang dianggapnya merongrong kekayaanya… hari itu hatinya… sangat bahagia… melihat orang lain bisa merasakan kebahagiaan karena kerelaan suaminya menyisihkan kelebihan hartanya untuk mereka….
Ya Allah… semoga Engkau buka pintu hamba-hambaMu yang lain untuk peduli pada sesama…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar